Menata-mata Kick My Web!
Menata-mata. Diberdayakan oleh Blogger.

About me

Foto Saya
ollay
hallo, mari bangun, dan menata mata..
Lihat profil lengkapku

Blog

Sabtu, 02 Juni 2012

Submarine: Melankolisme Inggris.

Iseng, saya memutar ulang film Submarine (2010) akibat twit dari seorang teman. Oke, jujur saya mengaku bingung. Hingga saya harus diam sejenak, mematikan sementara pemutar musik, dan memutar lagi filmnya dalam imaji. Tipikal film inggris yang mengangkat kehidupan sub-urban negaranya. Saya tidak tahu settingnya tahun berapa, yang jelas dari sisi fotografi sangat menarik (walaupun saya sangat awam tentang hal ini, tapi saya berani memberi angka tinggi), dengan pemandangan inggris pinggiran yang kaya akan view alam yang menarik. Pantai dengan pasir yang basah, dibumbui matahari yang tersaput langit sore eropa utara, terkadang tumpukan bebatuan yang tertata rapi disana-sini.
Dari segi plot, standar tapi dengan kemasan yang menarik. Film dibagi menjadi beberapa bagian, prologue, part one-three dan epilogue, hampir mirip dengan kemasan sebuah novel (dan ternyata memang diangkat dari novel Joe Dunthornel). Sesekali diselingi adegan sureal yang merupakan ekspektasi dari tokoh utama, kemudian disambung dengan kejadian realnya, membuat kita meningkatkan konsentrasi agar dapat memahami cerita dengan benar.
Oke, saatnya beralih ke segi cerita. Singkatnya, film menceritakan tentang problematika cinta remaja, tapi bukan cerita remaja kacangan masa kini yang mengumbar paha dan dada sebagai latar. Seorang anak lelaki pemikir dan imajinatif yang jatuh cinta dengan gadis pembuat onar di sekolahnya. Di sisi yang lain, kehidupan keluarga anak lelaki ini diambang kehancuran. Makan malam dengan dialog kosong, hingga menguping pembicaraan ibunya lewat telepon adalah keseharian. Tak lupa setiap malam mengintip kamar orang tuanya selama berbulan-bulan, yang akhirnya dia mendapat kenyataan bahwa lampu di kamar orangtuanya tak pernah padam, dan dia berkesimpulan bahwa tak pernah ada tanda-tanda kehidupan sex antara ayah dan ibunya.
Ending? Saya tak ingin menjadi spoiler, tp endingnya bisa dibilang cukup menarik. Sementara, Alex Turner mampu menjadi pelukis nada yang hebat, soundtrack yang dihasilkan menjadi pelengkap magis. Arctic Monkeys? Jauh dari itu! Bayangkan Alex Turner menjadi melankolis dan puitis lalu dia menghasilkan racikan-racikan nada yang romantis. Bisa dibilang vokalis band garda depan Inggris ini menjadi nilai jual yang cukup tinggi untuk Submarine. Hmm, atau sebaliknya..

0 komentar:

Posting Komentar


Menata-mata © 2011