Menata-mata Kick My Web!
Menata-mata. Diberdayakan oleh Blogger.

About me

Foto Saya
ollay
hallo, mari bangun, dan menata mata..
Lihat profil lengkapku

Blog

Minggu, 09 September 2012

Jogja (Selalu) Istimewa

Saya tak bisa membandingkan diri dengan para backpacker, meskipun saya juga menggunakan backpack sebagai tempat untuk menyimpan segalanya kali ini. Saya mengalami perjalanan yang nyaman tanpa perlu menghitung sisa uang di dompet, tanpa berkali-kali menghapus peluh bahkan tanpa perlu bingung berkali-kali mengawasi tas saya yang membumbung.  Lalu kondisi berubah drastis ketika sudah sampai di Jogja. Saya berpetualang sendirian, tanpa peta, hanya ditemani sejumput ingatan yang samar tentang jalan-jalan di kota ini.


Dengan menggunakan Trans-Jogja yang para karyawannya sangat bersahabat, saya coba menyusuri sedikit demi sedikit ingatan yang semakin terkembang. Tujuan saya satu, Malioboro. Classic, eh? Alasannya simpel, selain karena menyesuaikan kondisi badan serta waktu yang sudah menjelang senja, saya juga belum pernah benar-benar menelusuri jalan paling monumental di kota Jogja ini dari ujung ke ujung  secara intim dan personal. Berlebihan kah?
Akhirnya saya benar-benar menyusuri jalan ini dari ujung utara ke selatan. Tampilannya tak berubah, masih seperti dulu. Pedagang yang menjajakan barang yang hampir serupa, pelancong luar kota, adek-adek SMA yang sedang berwisata, terkadang bule yang errr, aneh. Berjalan sendirian membuat saya bisa mengamati orang-orang dengan lebih detil dan bebas. Kau tak perlu menunggu partnermu ketika dia menawar sesuatu, sebaliknya kau tak perlu menyuruhnya menunggu untukmu.
Saya berjalan dari ujung ke ujung, puas mengomentari segala sesuatunya dengan diri dan bebas untuk menikmati bayangan sendiri yang semakin memanjang dari menit ke menit. Saya mengamati bapak-bapak penarik becak yang memandang kosong ke ibu-ibu berkerudung lebar ketika keberatan membawa belanjaannya, menikmati rokok hisapan demi hisapan sembari menatap nanar mbah-mbah tuna-netra yang memutar tape kencang demi sekeping limaratusan, dan mengumpat pelan ketika ditipu kapitalis kakap yang menjual soft-drink jauh melampaui normal hanya karena dia mampu membuat lingkaran di sekeliling. Inilah yang saya dapatkan dari berpetualang sendirian di kota orang. Menyenangkan? Ya. Menyedihkan? Sesuatu yang positif selalu bersanding dengan negatif. Selalu.

Note: Oh ya, saya menulis ini ketika menanti dijemput kembali oleh teman saya. Dan sesungguhnya, nuansa kota Jogja adalah malam hari di sebuah angkringan kecil dengan beberapa pengamen yang mempesona. Sayangnya, saya berada di tempat yang salah. Saya sebut tempat ini “Jakarta-mini”, dimana orang Jogja menggunakan logat ibu-kota dengan sangat memaksa. Ya, saya yang salah. Ah sudahlah, saya mau menuju ke Jogja yang sebenarnya..

Jakarta-mini
09/09/12 21.12 with Glittering Blackness from Explosions In The Sky.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Saya sebut tempat ini “Jakarta-mini”, dimana orang Jogja menggunakan logat ibu-kota dengan sangat memaksa. --> Lucu :D saya yang orang Jogja pun setuju dengan opini kamu. Hehe!

Posting Komentar


Menata-mata © 2011